Oleh Robi Suganda
"Aku mencintaimu."
Robert tersenyum. Bulir-bulir bening berhamburan dari kelopaknya. Ia terharu.
***
Berpuluh-puluh tahun, sejak usia 25, ia habiskan setiap detiknya dalam ruangan bawah tanah. Ruangan rahasia yang tersembunyi dalam rumah besarnya. Sejak kecil, kesepian adalah sahabat setia Robert. Orang tuanya selalu sibuk berdagang keliling eropa. Mereka memercayai Robert pada pengasuh. Pengasuh yang sama sekali tak peduli dan tidak menyenangkan.Kehadiran pengasuh bukan mengobati kesepiannya, malah memperlebar ruang kesepian di hati robert. Ia bahkan lupa hingga tak mengenal apa itu cinta, perhatian atau kasih sayang.
Saat SMA, Robert tertarik dengan elektro. Ia senang merakit aplikasi-aplikasi sederhana. Rasa ingin tahu yang besar dan demi mengobati kesepiannya yang berlarut-larut, Robert menghabiskan waktunya membaca dan bereksperimen hingga larut malam di lab sekolah.
Tak di sangka, Robert mampu melampui teman bahkan guru-gurunya. Mereka berdecak tak percaya melihat kejeniusan Robert memecahkan hal rumit. Robert mampu menguasai bahasa Assembler, bahasa pemrogaman tingkat tinggi. Menguasai Mikrokontroller dan PLC, otak dari sistim otomatisasi. Ia pun mengenal dan menguasai penggunaan dan prinsip kerja segala perangkat keras bahkan yang belum ada di sekolahnya. Robert penyendiri, begitu julukannya dulu, berubah menjadi Robert jenius.
Suatu hari, beberapa mitra bisnis serta kolega-kolega dari mancanegara datang ke rumah mencari orang tua Robert. Mereka lalu memaksa menggeledah isi rumah. Namun mereka tak menemukan seorangpun selain pengasuh. Sebagian dari mereka melapor pada polisi. Kota gempar dengan kehilangan sepasang pedagang yang punya pengaruh dan disegani di kota.
Sedangkan Robert hanya menyendiri di ruang rahasianya. Seolah tidak peduli dengan kegemparan tersebut. Sementara Pengasuhnya, mengetahui ketidakjelasan keberadaan orang tua Robert dari polisi setelah berbulan-bulan, memutuskan berhenti, meninggalkann robert dan rumah megahnya. Kini, di rumah besar yang sekarang tampak kusam itu, hanya ditempati Robert seorang diri, dan ia selalu menempati ruang rahasianya. Ruangan bawah tanah. Bereksperimen hingga bertahun-tahun. Setelah orang tua Robert menghilang, pengasuhnya berhenti, Robert berhenti sekolah.
Sesekali Robert keluar rumah untuk membeli makan. Di jalan orang-orang yang melihatnya, menyangka Robert orang gila. Sebab pakaiannya lusuh. Rambutnya tergerai panjang, kasar, dan tak beraturan. kumisnya lebat begitupun jenggotnya. Sedangkan Kabar menghilangnya orang tua Robert yang sempat heboh meredup. Semua orang sudah melupakannya.
Robert tak henti menatap layar monitor yang menjejal. Kabel-kabel berseliweran di ujung dinding. Terdapat banyak perangkat-perangkat keras melingkupi ruangan seperti Motor servo dan perangkat Pnumatik dengan nomor serial terbaru di jamannya . Pencahayaan ruangan redup.
Sesekali ia merubah-rubah program, lalu meng-klik tombol enter pada keybord, lantas tangan dari besi serupa jari manusia bergerak seolah ingin menggeggam. Robert tersenyum. Lantas ia kembali mengutak-atik program. Terdengar suara menyebutkan sesuatu. Lagi -lagi Robert tersenyum. Lalu ia menyambung-nyambungkan beberapa komponen. Menyolder. Mengelas. Begitu seterusnya. Hingga 25 tahun. Sementara di atas meja besar di belakang monitor komputernya tergeletak dua orang manusia. Yang sudah tak berbentuk. Dengan bau yang sudah akrab di hidung robert.
***
"Makanlah robert, kamu lapar kan? Biar ibu masakan makanan untukmu."
"Robert, sini ayah ajari kamu bermain bola."
"Robert, buku cerita mana yang kamu suka? Biar ibu bacakan buatmu."
Tangis Robert menderas. Satu persatu ia tatap wajah di depannya. Tangannya yang keriput pelan-pelan membelai mereka. Dan tangan orang-orang didepannya serta merta membelai wajah keriput robert. Ada kabel-kabel panjang, warna-warni yang menjulur dan menancap pada tangan tersebut. Juga terhubung di punggung dan kaki mereka. Kabel tersebut berasal dari CPU besar yang terpusat pada CPU kecil, tempat Robert menulis program.
"Aku mencintaimu Robert." Kini mereka bersamaan mengucapkannya. Robert tak kuasa menahan tangis untuk kesekian kalinya. Tubuhnya berguncang. Kembali ia tatap wajah Ibu dan Ayahnya. Tubuh mereka tak utuh lagi. Menyatu dengan beberapa perangkat keras. Hanya wajah mereka yang utuh. Sedangkan dalam kepalanya tertancap sekelumit rangkaian elektronik.
Ruang kesepian di hati Robert mengecil. Rasa kesepian itu sejenak terobati. Kini Robert bisa bersama orang tuanya lagi. Mendengar suara yang dirindukannya sejak lama. Yang pernah ia dengar ketika Robert masih kecil, saat kehidupannya masih sederhana. Saat orang tuanya masih memberi cinta untuknya.
Tak ada yang tahu, suatu malam, orang tua Robert mencari Robert ke seluru penjuru rumah. Tak sengaja ia menemukan ruang bawah tanah di bawah kasur. Setelah turun, Ia lihat anaknya tengah mengetik tanpa menyadari kehadiran mereka. Tak sengaja, sewaktu mereka menghampirinya. Mereka menginjak kabel yang sudah mengelupas. Seketika jutaan volt menyambar tubuh mereka, lantas saat itu juga mereka meregang nyawa.
Menyadari itu, Robert tak henti menangis. Ia menyesal sempat menunda memperbaiki kabel itu. Ia tatap wajah-wajah orang tuanya dan berjanji akan membuat mereka kembali seperti semula.